Selasa, 01 Maret 2011

" Pensil dan Penghapus "

Sejarah Pensil

Penggunaan timbal dan grafit sudah dimulai sejak zaman Yunani. Keduanya memberikan efek goresan abu-abu, walaupun grafit sedikit lebih hitam. Grafit sangat jarang dipakai hingga kemudian pada tahun 1564 ditemukan kandungan grafit murni dalam jumlah besar di Borrowdale, sebuah lembah di Lake District, Inggris bagian utara. Meskipun kelihatan seperti batu bara, mineral tersebut tidak dapat terbakar, dan meninggalkan bekas berwarna hitam mengilap, serta mudah dihapus di atas permukaan yang bisa ditulisi.
Pada masa ini istilah grafit masih disalahartikan dengan timah, timah hitam, dan plumbago, artinya “seperti timah” mengingat sifatnya yang hampir sama. Karena itu istilah lead pencil (pensil timah) masih digunakan sampai sekarang. Karena teksturnya berminyak, bongkahan dibungkus dengan kulit domba atau potongan kecil timah berbentuktongkat dibebat dengan tali. Tidak seorang pun tahu siapa yang mula-mula mempunyai ide untuk memasukkan timah hitam ke dalam wadah kayu, tetapi pada tahun 1560-an, pensil yang primitif sudah sampai di benua Eropa.
Tak lama kemudian, timah hitam ditambang dan diekspor untuk memenuhi permintaan para seniman; dan pada abad ke-17, bisa dikatakan timah hitam telah digunakan di mana-mana. Pada waktu yang sama, para pembuat pensil bereksperimen dengan timah hitam untuk menghasilkan alat tulis yang lebih baik. Karena murni serta mudah diekstrak, timah hitam dari Borrowdale menjadi incaran pencuri dan pedagang gelap. Untuk mengatasinya, Parlemen Inggris mengeluarkan undang-undang pada tahun 1752 yang menetapkan bahwa pencuri timah hitam bisa dipenjarakan atau dibuang ke suatu koloni narapidana.


                                                                 Carl W. Scheele
Namun pada tahun 1779, seorang ahli kimia Carl W. Scheele meneliti dan menyimpulkan bahwa grafit memiliki sifat kimiawi yang jauh berbeda dengan timbal. Grafit adalah komposisi molekul karbon murni yang lunak. Akhirnya pada tahun 1789, ahli Geologi Jerman, Abraham G. Werner memberikan nama grafit, yang berasal dari perkataan Yunani graphein, yang berarti menulis. Jadi, isi pensil bukan timah.
Pensil Modern
Pensil sekarang adalah alat tulis dan gambar yang canggih sekaligus serbaguna, yang setiap tahun diproduksi di seluruh dunia hingga milliaran batang. Pensil biasa dapat membuat garis sepanjang 60 kilometer dan menulis 45.000 kata.


Pensil berwarna
Isi pensil mekanis, yang tangkainya dari logam atau plastik, tidak perlu diraut. Sebagai ganti grafit, pensil berwarna berisi bahan pewarna dan pigmen dalam puluhan warna.


Pensil mekanis
Pensil mekanis ditemukan di Britania Raya pada 1822 oleh Sampson Mordan dan Gabriel Riddle. Pensil mekanis menjadi tenar di Jepang dengan beberapa pengembangan di tahun 1915 oleh Tokuji Hayakawa, seorang pekerja besi yang selesai magangnya. Pensil mekanis ciptaannya dinamakan Ever-Ready Sharp Pencil.

Penghapus

Penghapus (juga disebut setip) merupakan salah satu perlengkapan alat tulis yang merupakan karet lembut yang mampu menghilangkan tanda yang dihasilkan dengan pensil.
Sebuah penghapus.
Penghapus kenyal seperti karet, dan seringkali bewarna putih atau hitam (walaupun ditemukan juga coklat atau merah jambu untuk memperindah penampilan sesuai pemanfaatan teknologi). Terdapat pensil yang dilengkapi dengan penghapus di ujungnya. Penghapus mahal mungkin mempunyai bahan vinyl atau plastik sebagai tambahan kepada karet.
Penghapus juga merujuk kepada penghapus pada papan tulis seperti papan hitam atau papan putih. Penghapus papan hitam tradisional merupakan blok kayu berbentuk persegi panjang yang dibuat dari kain berbahan wol.
Sejarah Penghapus
Pada tahun 1770, pakar sains Joseph Priestley menyatakan, “Saya telah melihat bahan yang amat sesuai untuk digunakan bagi menghilangkan tanda arang pensil pada kertas.” Di seluruh Eropa pada saat itu, tulisan pensil dihapus dari kertas dengan menggunakan kubus-kubus kecil yang terbuat dari karet. Kubus-kubus kecil ini masih digunakan untuk tujuan ini di Inggris dan Australia.
Juga pada tahun 1770, Edward Naime, insinyur Inggris, disebut sebagai pencipta penghapus karet pertama. Sebelum penggunaan karet, serbuk roti digunakan sebagai penghapus. Naime berkata bahwa dia salah mengambil kepingan karet dan bukannya serbuk roti, dan menemukan ciri-ciri menghapus dari karet, dan mulai menjual penghapus karet.
Bagaimanapun juga, karet dalam bentuk mentah sulit disimpan, kerana ia mudah dan akan rusak. Pada tahun 1839, Charles Goodyear, seorang penemu, menemukan proses vulkanisasi, kaedah yang merawat karet dan menjadikannya bahan yang tahan lama. Penghapus menjadi benda yang umum dengan perkembangan karet yang divulkanisasi.

Pada tahun 1858, Hyman Lipman dari Philadelphia, Pennsylvania, AS, menerima paten pertama untuk pelekatan penghapus pada ujung pensil. Paten itu kemudian dibatalkan karena ditetapkan bahwa hal tersebut hanya merupakan gabungan dua peralatan dan bukannya produk baru sepenuhnya.

" Empat Sehat Lima Sempurna "


Sebagai makhluk hidup tentu Kita membutuhkan makanan setiap hari, tetapi tahukah Anda hal hal apa saja yang terkandung di dalam makanan Kita ? dan fungsinya apa saja ?
Dibawah ini beberapa fakta tentang makanan yang kita makan sehari hari :

a. TOMAT
    Tomat sangat kaya akan Vitamin C,sedangkan vitamin C sendiri salah satunya berfungsi
    untuk membantu  menjaga kesehatan kulit. Jadi mulai sekarang habiskanlah setiap tomat
    yang ada di makananmu ( salad, roti burger dll).

b. PISANG
    Pisang sangat kaya akan Potassium/Kalium yang berguna untuk membantu agar otot otot
   dapat bekerja dengan maksimal, sehingga Anda dapat melakukan segala aktifitas
   dengan lancar. Di Indonesia sendiri ada berbagai macam jenis pisang, seperti pisang
   raja,pisang ambon,pisang emas,pisang tanduk dan masih banyak lagi.

c. JERUK
    Rasa jeruk biasanya asam manis, jeruk ini juga kaya akan vitamin C yang juga bisa
   berfungsi untuk menjaga daya tahan agar Kita tidak gampang sakit, selain di makan
   secara langsung, jeruk juga bisa di olah atau di jadika Jus.
d. WORTEL
   Nah kalau wortel ini adalah sayuran yang mengandung cukup kaya akan vitamin A yang
   mempunyai fungsi untuk menjaga kesehatan mata Kita. Wortel bisa di masak dalam
   berbagai jenis masakan seperti campuran dalam masakan sup ayam, sayur oseng dll,
   serta juga bisa di  buat jus.

e. BROKOLI
   Sayuran berwarna hijau tua yang berbentuk seperti rambut kribo ini adalah sayuran yang
  enak alias tidak pahit, biarpun penampilannya kadang seperti menipu karena berwarna
   hijau tua.Sayuran ini termasuk yang paling bergizi karena kaya akan kalsium untuk
   pertumbuhan tulang dan gigi, kaya akan vitamin C untuk daya tahan tubuh dan juga kaya
  akan serat yang sangat baik untuk kesehatan pencernaan Kita.

f. AYAM,IKAN dan DAGING
   Hampir seiap orang menyukai ayam goreng, betul tidak ? tetapi ayam yang di panggang
   juga enak lho ...malah lebih sehat karena tidak mengandung banyak minyak. Ayam,
  daging dan ikan mengandung protein yang sangat di butuhkan tubuh untuk membentuk
  jaringan tubuh, untuk pertumbuhan dan pembentukan otot, otak dan juga bagian tubuh yang
   lainnya.

g. SUSU
   Susu, sejak  masih bayi pun, Kita sudah mengenal akan minuman ini.minuman yang
  sangat kaya akan kalsium yang tentunya sangat di perlukan untuk pertumbuhan sehingga
  dapat berkembang dan sehat.Itulah beberapa makanan yang Kita konsumsi yang ternyata
  sangat berarti bagi tibuh Kita.Selamat makan makanan yang sehat dan bergizi

Rabu, 23 Februari 2011

" Indonesia Punya Orang Genius "

Anda yang pernah atau berkali-kali mendarat di Bandara Heathrow, London, Inggris, barangkali tidak mengetahui bahwa radar (radio detection and ranging) yang digunakan untuk memantau dan memandu naik-turunnya pesawat dirancang oleh putra Indonesia kelahiran Semarang. Selain itu, banyak negara di Eropa serta militer menggunakan jasanya untuk merancang radar pertahanan yang pas bagi negaranya.
Itulah Liem Tiang-Gwan, yang selama puluhan tahun bergelut dan malang melintang dalam dunia antena, radar, dan kontrol lalu lintas udara. Maka, bagi mereka yang biasa berkecimpung dalam dunia itu, pasti tidak asing dengan pria kelahiran Semarang, 20 Juni 1930, ini.
Namanya sudah mendunia dalam bidang radar, antena, dan berbagai seluk-beluk sistem gelombang elektromagnetik yang digunakan untuk mendeteksi, mengukur jarak, dan membuat peta benda-benda, seperti pesawat, kendaraan bermotor, dan informasi cuaca.
”Sekolah saya dulu berpindah-pindah. Saya pernah di Jakarta, lalu di Taman Siswa Yogyakarta, kemudian menyelesaikan HBS (Hoogere Burgerschool) di Semarang tahun 1949. Setelah itu, saya masuk Institut Teknologi Bandung dan meraih sarjana muda tahun 1955. Saya melanjutkan studi di Technische Universiteit (TU) Delft, lulus tahun 1958,” ujar pria yang kini berusia 78 tahun dan bermukim di kota Ulm, negara bagian Bavaria, Jerman.
”Lalu saya ke Stuttgart dan bekerja sebagai Communication Engineer di Standard Elektrik Lorenz, yang sekarang dikenal dengan nama Alcatel,” kata Liem.
Meskipun sudah bekerja dan mendapatkan posisi yang lumayan, Liem muda masih berkeinginan untuk kembali ke Tanah Air. Ia masih ingin mengabdikan diri di Tanah Air. Maka, tahun 1963 ia memutuskan keluar dari tempatnya bekerja di Stuttgart dan kembali ke Indonesia.
”Apa pun yang terjadi, saya harus pulang,” ujarnya mengenang.
Hidup berubah
Niat untuk kembali ke Tanah Air sudah bulat. Barang-barang pun dikemas. Seluruh dana yang ada juga dia bawa serta. Liem muda menuju pelabuhan laut untuk ”mengejar” kapal yang akan menuju Asia dan mengantarnya kembali ke Tanah Air. Kapal, itulah sarana transportasi yang paling memungkinkan karena pesawat masih amat terbatas dan elitis.
Namun, menjelang keberangkatan, Liem mendapat kabar bahwa Indonesia sedang membuka konfrontasi dengan Malaysia. Karena itu, kapal yang akan ditumpangi tidak berani merapat di Tanjungpriok, Jakarta. Kapal hanya akan berlabuh di Thailand dan Filipina. Maka, bila Liem masih mau kembali ke Indonesia, ia harus turun di salah satu pelabuhan itu.
”Saat itu saya benar-benar bingung. Bagaimana ini? Ingin pulang, tetapi tidak bisa sampai rumah, malah terdampar di negeri orang. Saya memutuskan untuk membatalkan kepulangan. Seluruh koper dan barang bawaan diturunkan lagi, padahal saat itu uang sudah habis. Tetapi dari sinilah, seolah seluruh hidup saya berubah. Saya kembali lagi bekerja di Stuttgart sebagai Radar System Engineer di AEG-Telefunken. Perusahaan ini sekarang menjadi European Aeronautic Defence and Space (EADS),” katanya.
Sejak itu, karier Liem di bidang gelombang elektromagnetik dan dunia radar semakin berkibar. Setelah bekerja di EADS, ia diminta menjadi Kepala Laboratorium Radarsystem-theory tahun 1969-1978, disusul kemudian Kepala Seksi (bagian dari laboratorium), khusus menangani Systemtheory and Design, untuk sistem radar, pertahanan udara, dan Sistem C3 (Command Control Communication). Sebelum pensiun pada tahun 1995, Liem masih menjabat sebagai Kepala Departemen Radar Diversifications and Sensor Concepts.
”Meski sudah pensiun, hingga tahun 2003 saya masih diminta menjadi consulting engineer EADS,” tambahnya.
Paten
Perannya yang amat besar dalam bidang radar, sensor, dan gelombang elektromagnetik membawa Liem untuk mematenkan sejumlah temuannya. Puluhan temuannya diakui berstandar internasional, kini sudah dipatenkan.
”Yang membuat saya tergetar, ketika menyiapkan Fire Control and Battlefield Radars, Naval Fire Control Radar dan sebagainya. Ini kan untuk perang dan perang selalu membawa kematian. Juga saat saya merancang MSAM Systems: Hawk Successor; Airborne High Vision Radar dan sebagainya,” kata Oom Liem.
Dia menambahkan, ”Saya sendiri sudah tidak ingat lagi berapa rancangan radar, antena, dan rancangan sinyal radar yang sudah saya patenkan. Itu bisa dibuka di internet.”
Indonesia
Secara sederhana, ilmu tentang elektro yang pernah ditekuni selama belajar, coba dikembangkan oleh Om Liem. Dalam sistem gelombang radio atau sinyal, misalnya, ketika dipancarkan, ia dapat ditangkap oleh radar, kemudian dianalisis untuk mengetahui lokasi bahkan jenis benda itu. Meski sinyal yang diterima relatif lemah, radar dapat dengan mudah mendeteksi dan memperkuat sinyal itu.
”Itu sebabnya negeri sebesar Indonesia, yang terdiri dari banyak pulau, memerlukan radar yang banyak dan canggih guna mendeteksi apa pun yang berseliweran di udara dan di laut. Mata telanjang mungkin tidak bisa melihat, apalagi dengan teknologi yang semakin canggih, pesawat bisa melintas tanpa meninggalkan suara. Semua itu bisa dideteksi agar Indonesia aman,” tambah Liem.
Akan tetapi, berbicara mengenai Indonesia, Liem lebih banyak diingatkan dengan sejumlah kawan lama yang sudah sekian puluh tahun berpisah. ”Tiba-tiba saja saya teringat teman-teman lama, seperti Soewarso Martosuwignyo, Krisno Sutji, dan lainnya. Saya tidak tahu, mungkinkah saya bertemu mereka lagi?” ujarnya sambil menerawang jauh melalui jendela kaca di perpustakaan pribadinya. (Harian Kompas)

" ANGKLUNG "

LATAR BELAKANG
Indonesia negara tercinta adalah sebuah negara dimana bambu tumbuh dimana-mana, dimulai dari Sabang di sebelah barat sampai Merauke di sebelah timur. Untuk itu tidaklah aneh bila bangsa Indonesia mengatakan bahwa bambu tidak dapat dipisahkan dari kehidupan bangsa kita sehari-hari.
Pernah suatu saat seorang asing yang telah mengunjungi berbagai tempat di negara kita ini berkata bahwa bangsa Indonesia itu merupakan bangsa yang aneh; karena mereka membangun rumah mereka dari bambu, dimulai dari lantai, dinding, atap, tiang juga peralatan dapur dan kebutuhan sehari-hari semua dari bambu, bahkan makanan pun, mereka makan bambu pula, dimana di negara kita terkenal dengan rebung.
Bahkan di dalam merebut, membela dan mempertahankan negara dari tangan penjajah "bambu" tidak sedikit berperan andil (bambu runcing) dan malah sampai waktu meninggal pun bambu berperan penting (usungan jenazah).
Hal lain yang menarik, bahwa Indonesia pun pandai membuat alat musik sendiri terbuat dari bambu (suling, calung, gunsang, celempung, rengkong,Angklung, hateng dan lain sebagainya.)

MASA LALU MUSIK BAMBU
Sejak kapan timbulnya alat musik yang dibuat dari bambu di Indonesia, tidak terdapat keterangan yang jelas. Beberapa ahli, seperti J. Kunst (Mr. J dan C.J. A Kunst "Musical Exploration in the Indian Archipelago" dalam Asiatic Review, Oktober 1936, hal. 814 dan Will G. Gilbert Muziek uit Oost-en West, Inleiding tot de Inhemsche Muziek van Nederlandsch Oost-en West India, (tidak bertahun hal. 9-10) berpendapat, bahwa beberapa bentuk alat musik bambu berasal dari masa sebelum adanya pengaruh Hindu. Menurut dugaan mereka, permulaan berkembangnya alat musik dari bambu di Indonesia sangat erat hubungannya dengan perpindahan penduduk dari daratan Asia yang kemudian menjadi nenek moyang suku-suku Melayu Polinesia, beberapa Melanium sebelum Masehi.
Dari bukti-bukti yang dapat dikumpulkan, dengan terdapatnya beberapa alat musik dari bambu yang sama bentuknya di Asia Tenggara, dugaan tersebut dapat diterima. Sebagai contoh, alat musik bambu berdawai yang di Sulawesi Selatan disebut Gandrangbulo, di Priangan dikenal dengan sebutan Celempung, di Jawa Tengah disebut Gumbeng atau Gumbeng Rebah, di Bali dinamai Guntang.
Alat seperti itu, dengan berbagai variasinya antara lain terdapat di Siam Utara (Hugo A. Bertzik, Die Gaister der Gelben Blutter 1938, hal. 174); di Laos (A. Schaeffoer, Origine des Instrumente de Musque, 1938 hal XII, gambar 2 dan 3 (masing-masing berdawai 2 dan 1); di Kamboja dikenal dengan sebutan Dianglye (Curt Sachs, Die Musikinstrumente Indiens und Indonesiens, 1915 Hal. 97). Di beberapa tempat di Malaysia biasa disebut Gendang Batak (Henry Balfour, Musical Instruments from Malay Peninsula, Antropology, part 11, 1954 hal. 17); Orang-orang Sakai menyebutnya Krob, orang Semang menyebutnya Amang (M. Kelsinki, "Die Musik der Primitiv Stamme auf Malaka" Anthrops, XXV, 1930 hal. 591).
Demikian pula di berbagai daerah di Indonesia, dengan berbagai variasi bentuk dan penamaan terdapat alat musik dari bambu berdawai. Bahkan di Madagaskar, menurut Sachs, (Curt Sachs, Les Instrumente de Musique de Madagascar, 1938, hal. 51) alat seperti itu terdapat pula, dikenal dengan sebutan veliha, vediha (na) atau marovany.
Dengan adanya persamaan bentuk alat musik dari bambu sebagaimana dikemukakan di atas, yang dapat dikatakan salah satu ciri persamaan selera dari suatu kebudayaan yang sama pendukungnya, maka dapat ditarik kesimpulan, bahwa berkembangnya musik bambu di Indonesia erat kaitannya dengan perpindahan nenek moyangnya dari darata Asia. Perpindahan yang dimaksud mungkin sekali perpindahan gelombang pertama, yakni perpindahan suku Negrito Weda yang terjadi pada zaman Mesolitikum, bahkan tidak mustahil sebelumnya. Sebagaimana dimaklumi sebelum adanya perpindahan suku bangsa Palaeo Mongoloid di Nusantara sudah ada suku-suku bangsa yang menetap yang juga berasal dari daratan Asia yang kini sisasisanya antara lain adalah penduduk asli Irian (M. Amir Sutarga, "Tjiri-tjiri Antropologi Fisik dari Penduduk Pribumi" dalam buku: Penduduk Irian Barat, di bawah redaksi Koentjara-ningrat dan Harsja W. Bachtiar, 1963, hal 22-23).
Penduduk Irian ternyata memiliki berbagai alat musik dari bambu, antara lain yang bentuknya dikenal di Pasundan dengan sebutan Kerinding, di Jawa Tengah dan Jawa Timur disebut rindhing atau Genggong, dan di Bali disebut Ginggung. Alat seperti itu dapat ditemui di berbagai tempat di Irian, seperti di sekitar Jabi, Tarung Gare, Awembiak, Den Dama, di sekitar Gunung Jaya Wijaya dan di hulu sungai Apauwar. Periksalah lebih lanjut: L.M. d'Alberts, New Guenia, jilid I, hal. 359; W.N. Beaver, A description of the Ciraca District, Western Papua, jilid III, 1914 hal 407; R. Parkinson, Im Bismarck-Archipel, Erlehnisse und Beobachtungen auf der Insel NeuBommern, 1887 hal 122; Curt Sachs, Geist und Werden der Musikinstrumente, 1929, jilid III, gambar No. 59; G.A.J Van der Sande, Uitkomsten de Nederlandsche Nieuw Guenia Expeditie onder leiding van Prof. A. Wichman, jilid III; ch. Le Roux, "Expeditie naar het Nassaugebergie in Cental Noord Nieuw guinea", TBG LXVI, hal 447513, 1926; Dr. J. Kunst, A Study on Papuan Music, peta lampiran "Distribution of Musical Instruments in New Guinea and the Adjacent Islands, 1931.
Dengan dikenalnya alat musik dari bambu oleh penduduk pedalaman Irian Jaya yang dapat dikatakan sebagai monumen kebudayaan zaman Batu Tua, dapatlah kiranya diterima pendapat, bahwa alat musik dari bambu di Indonesia sudah berkembang sejak zaman itu. Jadi tidak seperti pendapat Will Gilbert, yang menyebutkan berkembangnya musik bambu di Indonesia sejalan dengan perpindahan penduduk dari daratan Asia .... eerste millenium v. Christ (Will G. Gilbert, op.cit, hal 20) atau seribut tahun sebelum Masehi, melainkan jauh sebelum itu, mungkin antara 10.000 sampai 5.000 tahun sebelum perhitungan tahun Saka. Pada zaman itu kebudayaan setingkat dengan orang Tasadi, suatu suku terasing di pedalaman Mindanau (Filipina) yang belum mengenal logam dan cocok tanam dan masih hidup di goa-goa.
Orang Tasadi juga mengenal alat musik bambu, yakni alat musik bambu berdawai yang mereka namai Kubing. Sebagaimana dimaklumi, suku Tasadi ini baru ditemukan dan terjadi kontak dengan orang luar lingkungan mereka pada tahun 1971.
Alat-alat musik dari bambu yang tampak pada relief Candi Borobudur dan candi-candi yang lain, dari bentuk dan jenisnya menunjukkan adanya pengaruh Hindu, seperti Bangsing (suling lintang, wangsi).
Sedang alat-alat yang sudah ada sebelumnya, seperti alat musik bambu berdawai dan sebagainya, tidak digambarkan. Gambang bambu seperti yang digambarkan pada relief Borobudur dan teras depan Prambanan, sampai sekarang masih merupakan alat musik sakral di kalangan penganut agama Hindu Bali. Di beberapa Pura tua, seperti di Pura Kelaci Denpasar, terdapat gambang demikian yang kelihatan sudah sangat tua. Alat itu biasa dipergunakan dalam upacaraupacara penting terutama dalam pengabenan.
Sebagai makhluk yang berakal, bagaimanapun juga sederhananya, dalam mencukupi hajat kebutuhannya, nenek moyang bangsa Indonesia sejak zaman purba telah memanfaatkan bahan yang mudah didapat dan dibuat alat, yaitu bambu.
Perubahan bentuk dan peningkatan mutu alat-alat musik dari bambu tampak sangat lamban, bahkan ada yang sama sekali tidak mengalami perubahan. Di beberapa daerah dewasa ini masih terdapat alat musik dari bambu yang hanya berupa ruasan bambu yang dibunyikan dengan cara ditumbuk-tumbukkan pada sebuah papan, seperti Garantang di Tohpati Kasiman, Bali. Ada pula yang ditabuhnya dengan dipukul dengan pemukul dari kayu, seperti Guyonbulon di Banjaran, Bandung Selatan. Tongtong atau kentongan bambu tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Di daerah Sumenep, Madura, Tuk-tuk biasa digunakan sebagai bunyi-bunyian pengiring karapan Sapi, dilengkapi dengan Sronen, semacam terompet yang tabungnya dibuat dari bambu pula. Tennong di Pangkajene, Sulawesi, adalah sebuah alat musik bambu sederhana pula, berbentuk bilahan bambu sebanyak 4 buah, dijajarkan di atas paha pemainnya. Dalam hal ini paha berfungsi sebagai penyangga dan sekaligus menjadi resonator.
Menurut keterangan dari orang-orang tua setempat, Tennong biasa dimainkan untuk mengiringi lagu-lagu rakyat Pangkajene Kepulauan.
Di sekitar Cakung, Jakarta Timur, alat musik semacam Tennong, tetapi dilengkapi dengan penyangga dari gedebog pisang disebut Sampyong, biasa digunakan sebagai Ujungan atau Tari Uncul.
Alat musik dari bambu yang mengalami perkembangan yang wajar adalah suling. Hampir setiap suku bangsa di Indonesia mengenal dan memiliki suling dengan berbagai bentuk dan jenis, serta fungsi. Contohnya di Pasundan terdapat semacam suling yang disebut Surilit, Taleot, Hatong, Hatong Renteng, Hatong Sekaran, Elet, Calintu dan Bangsing.
Di antara berbagai macam suling terdapat pula yang digunakan sebagai alat musik yang berhubungan dengan adat dan kepercayaan setempat, seperti suling Lembang, di Tanah Toraja. Suling dapat membawakan lagu-lagu sedih yang menyayat hati, atau lagu-lagu riang yang menggembirakan pendengarnya. Dapat pula dibawakan lagu-lagu syahdu berjiwa keagamaan. Itulah mungkin antara lain sebabnya di Maluku suling diperkembangkan sebagai alat musik Gerejani. Di Ambon dan Lease nyanyi-nyanyian Jemaat Gereja biasa diiringi Orkes Suling, yang dibawakan oleh sejumlah pemuda.
Menurut pendapat Dr. Th. Muller Kruger, bila dibandingkan dengan iringan orgel-orgel kecil yang dipakai oleh kebanyakan jemaat-jemaat di Indonesia, orkes suling bambu jauh lebih baik dan bermanfaat. Alat-alatnya mudah dibuat sendiri dari bahan yang banyak terdapat di Indonesia. Sedang orgel harus dibeli dengan harga yang mahal dari luar negeri. Taraf musiknyapun orkes suling bambu tidak kurang indahnya dari orgel.
Manfaatnya untuk kehidupan gerejani banyak pula, sebab dengan digunakannya orkes suling bambu para pemuda mendapat tugas dan tanggung jawab dalam kebaktian-kebaktian. Orkes suling bambu di Maluku dikembangkan oleh Jozef Kam, seorang domine yang di sana dikenal dengan sebutan "Rasul Maluku" yang melakukan pekabaran Injil di Indonesia bagian Timur sejak tahun 1816 (Dr. Th. Muller Kruger, SejarahGereja di Indonesia, 1966 hal 95).
Rupanya di Filipina suling bambu sebagai alat musik Gerejani pernah ditingkatkan lagi bentuknya, yakni disusun sebagai organ. Sebuah pragan bambu yang dibuat tahun 1819 di bawah pengawasan seorang Rahib Agustin diberitakan pada tahun 1973 dalam keadaan rusak berat, sehingga untuk perbaikannya diperlukan dana sebesar 64.000 dollar Amerika (Harian Umum Berita Buana, 13 Juni 1973 hal 4). Hal ini saya kemukakan sekedar memberikan gambaran betapa besar apresiasi masyarakat tetangga kita itu terhadap alat musik bambu yang telah dikembangkan.
Alat musik bambu lainnya yang mengalami berbagai pasang surut dalam perkembangannya adalah Angklung, sebagaimana akan kita tinjau bersama.

PASANG SURUT ANGKLUNG
1. Data Tertulis peninggalan Masa lalu
Sejak kapan Angklung muncul dan berkembang, merupakan pertanyaan yang saya tidak dapat menjawabnya dengan pasti. Menurut perkiraan Dr. Groneman, sebelum berkembangnya pengaruh Hindu di IndonesiaAngklung sudah merupakan alat musik yang digemari penduduk (Dr. Groneman, "De Gamelan to Jogjakarta, Letterkundige Vehaldingen der Koninkl, Akademi, Jilid XIX, hal 4). Sebagai alat musik pra Hindu,Angklung tidak digambarkan pada candi Borobudur dan Prambanan, sebagaimana halnya seperti alat musik bambu lainnya yang sudah berkembang sebelum zaman Hindu di Indonesia, misalnya alat musik bambu berdawai.
Dalam literatur kuno pun saya tidak atau belum menemukan. Kekawin Arjunawiwaha yang diperkirakan ditulis sekitar tahun 1040 hanya menyebut-nyebut Sundari (semacam erofon yang di Jawa Barat dikenal dengan sebutan Sondari, di Bali Sundaren). Calung yang dewasa ini terdapat di Jawa Barat dan Jawa Tengah, disebut-sebut dalam Inskripsi Buwahan yang diperkirakan dibuat sekitar tahun 1181.
Guntang, alat musik bambu berdawai yang penyebarannya meliputi Asia Tenggara sampai Madagaskar, dan sampai sekarang di Bali tetap disebut Guntang, terdapat dalam Kekawin Kidung Sunda yang diperkirakan ditulis tidak lama setelah tahun 1357. Alat yang di Priangan disebut Pancurendang, di Jawa Tengah disebut Bluntak, dan di Bali disebut Taluktak, disebut-sebut dalam Kekawin Bharata Yuda. Tongtong atau kentongan bambu disebut-sebut dalam Sundharmala dengan Pulkul, dalam Smaradhana disebut Titiran, dan dalam Bharata Yudha disebut Kukulan. Baru dalam tulisan-tulisan kemudian seperti dalam Serat Cebolang,Angklung disebut-sebut, yaitu waktu melukiskan saat Mas Cebolang mempertunjukkan keahliannya menyanyi dan bermain musik di depan Bupati Dhaha Kediri.
2. Fungsi Angklung Tradisi
Angklung yang dibunyikan dengan cara digoyang-goyangkan, adalah termasuk golongan lonceng. Seperti lonceng, Angklung bersifat khidmat serta biasa digunakan dalam hubungan kegiatan ritual. De beberapa tempat di Bali Angklung biasa digunakan khususu dalam upacara Pengabenan (pembakaran mayat). Namun dewasa ini hal itu terbatas pada kelompok penduduk yang tidak memiliki Angklung metalopon, seperti penduduk Banjar Tegalingah, Karangasem.
Orang Baduy di Kanekes, Banten Selatan, mempergunakan Angklungsebagai alat musik upacara pada waktu menjelang menanam padi di ladang, sebutannya Angklung Buhun.
Angklung Gubrag di kampung Jati, Serang, dianggap alat musik sakral, untuk mengiringi mantera pengobatan orang sakit atau menolak wabah.
Seperti halnya di Kanekes, di sekitar Kulon Progo terdapat Angklungyang digunakan dalam upacara Bersih Desa, permulaan musim menggarap sawah, disebut Angklung Krumpyung. Demikian pula di desa Ringin Anom dan Karangpatian, Ponorogo, upacara Bersih Desa biasa diiringi Orkes Angklung.
Pada umumnya dewasa ini di berbagai tempat, Angklung merupakan alat kesenian yang profan, seperti halnya di Madura. Di pulau itu, sepanjang pengetahuan saya Angklung hanya terdapat di Desa Keles, Kecamatan Ambuten, dan di Desa Bluto, Kecamatan Srunggi, keduanya termasuk wilayah Kabupaten Sumenep, biasa digunakan untuk memeriahkan arak-arakan.
Menurut keterangan, dahulu di beberapa tempat di Kalimantan Barat terdapat Angklung, yang contohnya tersimpan dalam Museum Indisch Institut di Negeri Belanda, tercatat dalam katalogus No. 1297/1-2 dan 1767/1-3. Akan tetapi dewasa ini menurut beberapa tokoh kebudayaan dan pejabat-pejabat Kanwil Depdikbud Kalimantan Barat, di wilayah itu tidak terdapat lagi Angklung tradisional.
Di Kalimantan Selatan sekarang masih terdapat Angklung tradisional yang dikenal dengan sebutan Kurung-kurung, biasanya digunakan untuk mengiringi pertunjukkan Kuda Gepang (Sie) yang bentuk dan cara pertunjukannya hampir sama dengan Kuda Kepang di Jawa Tengah. Menurut keterangan, kata gepang di sini berarti gepeng atau pipih. Jadi berlainan dengan arti anyaman, walaupun bentuk dan kuda-kudaannya sama, yaitu terbuat dari anyaman bambu.
Di Lampung pada masa-masa yang lalu terdapat pula Angklungtradisional, yang contohnya dipamerkan di Museum Leiden, Negeri Belanda dengan katalogus No 40/58. Namun sekarang sulit untuk mendapatkan keterangan mengenai Angklung tradisional di wilayah tersebut, kecuali yang dikembangkan oleh beberapa kelompok transmigran dari Jawa.
3. Perubahan Sifat dan Fungsi
Sebagaimana telah dikemukakan, hampir tidak ada keterangan tertulis autohtonis dari Angklung pada masa dahulu. Yang terdapat hanyalah cerita-cerita lisan, sebagaimana terdapat dalam beberapa cerita rakyat di Kanekes, Banten Selatan yang biasa dibawakan dalam bentuk pantun. Menurut cerita di sana, pada masa kebesaran Pajajaran, kerajaan di Pasundan, di samping sebagai alat musik upacara pertanian, Angklungbiasa digunakan sebagai alat musik angkatan bersenjata, semacam Marching Band.
Melihat cara-cara permainan Angklung di Banten Selatan dan beberapa tempat di Priangan, demikian pula peranannya dalam pertunjukan Reog Ponorogo dan permainan Kuda Kepang, kemungkinan dipergunakannyaAngklung sebagai alat musik tidak mustahil.
Hal itu dinyatakan oleh beberapa pengamat Belanda, antara lain seorang dengan initial G.J.N. dalam majalah INDIE tahun pertama, No 21, 22 Agustus 1917 hal 330, tentang Angklung di Priangan, dengan tegas mengatakan : "En qeen wonder: de angkloeng is militaire muziek" ("dan tidak mengherankan:Angklung memang musik militer").
Demikian seorang dengan nama samaran "Bianca" dalam majalah de ORIENT No.52, 24 Desember 1938, tentang Angklung Sunda antara lain menulis : Over het algemeen draagt angkloeng muziek een opwekkend en vroolijk karakter, maar het heeft ook zijn krijgslystige en mystiekezijde ("pada umumnya musik Angklung menggairahkan dan menggembirakan, tetapi juga dapat menimbulkan semangat perjuangan dan mistik").
Penulis lain yang anonim dalam majalah WOLANDA HINDIA tahun ke-12 No.6, 1939, setelah menyaksikan beberapa pertunjukan Angklung di Priangan, antara lain menulis: "Dat deze muziek indruk op de bevolking maakt, is bewezen. Zij beluisteren in de klanken krijgsmuziek, tewijl daartegen over bij anderen zinnelijke aandoeningen worden opwekt" ("Bahwa musik ini (maksudnya musik Angklung, pen) dapat menimbulkan kesan mendalam bagi pendidik, cukup terbukti. Mereka mendengan musik perang dalam bunyinya, sedang bagi yang lain menimbulkan emosional").
Demikian pengaruh musik Angklung pada pendukungnya di Priangan pada masa lalu. Maka tidak mengherankan bila pada peretengahan abad XIX, ketika di Pasundan sedang giat-giatnya dilaksanakan apa yang disebut "Cultuurstelsel" atau peraturan tanam paksa oleh pemerintah Hindia Belanda diadakan larangan terhadap permainan Angklung.
Alasan larangan itu, karena menurut pengamatan beberapa pembesar Belanda Kolonial, permainan Angklung berpengaruh terhadap semangat perlawanan rakyat atas kekuasaan pemerintah jajahan. Dalam larangan itu dikecualikan permainan Angklung oleh anak-anak dan pengemis, mungkin karena dianggap tidak menimbulkan keresahan dan tidak membahayakan bagi ketentraman pemerintahan jajahan Belanda. Sejak itulah Angklung turun derajatnya dari alat musik militer dan alat musik upcara yang dianggap sakral menjadi alat musik yang biasa digunakan oleh pengemis untuk mencari nafkah sepanjang jalan dari belas kasihan orang.
Setelah larangan itu dicabut, yaitu sejak dihapuskannya sistem tanam paksa, Angklung tidak banyak lagi pengaruhnya bagi penduduk, kecuali sebagai alat musik dalam berbagai pertunjukan rakyat seperti reog atau ogel.
Keadaan nasib Angklung di Priangan yang demikian itu berlangsung hampir satu abad. Baru menjelang masa penjajahan Jepang terjadi perubahan, sebagai hasil kreativitas dan usaha tidak kenal mundur dari Daeng Sutigna, seorang Guru di Kuningan, kelahiran Garut.
Pada masa gerakan kebangsan di kalangan bangsa Indonesia makin menggelora, Angklung yang sekian lamanya ikut menjadi korban penjajahan asing, mulai terjaga kembali.
Sejak tahun 1938 Daeng Sutigna dengan tekun mengadakan eksperimen-eksperimen agar Angklung yang diketahuinya sebagai salah satu unsur seni budaya bangsanya dan merupakan warisan yang pantas dipupuk dan dikembangkan, mendapat tempat yang layak di kalangan masyarakat luas. Setelah lama dipelajari dari berbagai segi, Pak Daeng sampai pada kesimpulan, bahwa agar Angklung dapat cepat populer harus disesuaikan dengan selera generasi muda, yaitu diubah tangga nadanya dari pentatonis menjadi diatonis. Setelah mengalami berbagai hambatan dan kegagalan, akhirnya usaha inovator itu berhasil dengan memuaskan.
Angklung kembali mendapat tempat yang layak di masyarakat. Bahkan mendapat reputasi internasional, sebagaimana terbukti dari pernyataan seorang musikus besar Australia IGOR HMEL NITSKY pada tahun 1955, sebagai berikut :
"It is with pride and admiration that take this opprtunity of palcing on paper my surprise delight that Daeng Soetigna has found such a practical and fascinating method of teaching the youth of Indonesia how to apreciate and play their own historic inestrument, the Angklung.is original idea of enabling young children to read and understand the tonal structure by visual and practical demonstration, is, to say the least, wonderful.
This extraordinarily talented young teacher has also found a way in which to use is national idiom to bring European music to the people of his country. The great value in giving the players the rate combination of pleasure and discipline -i/e/ good teamwork which would give a unique satisfaction both to performers and audience.
I doubt whether Australia is the ideal place in which he should study further, and feel that his development would be best nurtured by study and research in European countries, and I sincerely hope that he will have the opportunity of so doing, and thus be in the position to further enrich his countrymen in this practical, educational, cultural and national interest".
Dengan kreasi Pak Daeng itu ternyata kemudian, bahwa Angklung dapat dijadikan sarana pendidikan untuk mempertebal jiwa gotong royong, kerjasama, disiplin, kecermatan, ketangkasan, tanggungjawab dan sebagainya, di samping pemupukan rasa musikalis.
Berdasarkan hal-hal itulah, meskipun menurut anggapan beberapa pihak,Angklung sebagai alat musik memiliki beberapa kekurangan, akan tetapi dapat dipertanggungjawabkan sebagai alat pendidikan, sehingga Departemen Pendidikan dan Kebudayaan memandang perlu untuk menetapkannya sebagai alat penidikan musik di sekolah, Daeng dengan Surat Keputusan tertanggal 23 Agustus 1963, No. 082/1968 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan telah memutuskan : ( SK Terlampir )
  • Menetapkan Angklung sebagai alat pendidikan musik dalam lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan;
  • Menugaskan Direktur Jendral Kebudayaan untuk mengusahakan agarAngklung dapat ditetapkan sebagai alat pendidikan musik tidak hanya dalam lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Demikianlah, Angklung seolah-olah melambangkan pasang surutnyasejarah bangsa Indonesia. Ketika bangsa Indonesia berada dalam telapak kaki penjajah, Angklung hanya menjadi alat musik pengemis. Dengan dicapainya kemerdekaan, kembali Angklung menjadi alat musik yang dapat dibanggakan.
4. Perkembangan Pasca Daeng
Kegiatan pak Daeng dalam mengembangkan Angklung tidak terbatas pada pengembangan mutunya, melainkan juga pengembangan dalam arti penyebarluasan. Dibinanya Daeng-Daeng Muda sehingga tersebar di berbagai daerah, sebagai generasi penerus. Pada dasawarsa tujuh puluhan tampak dengan jelas betapa Angklung mencapai puncak kejayaannya. Apresiasi terhadapnya tidak terbatas di lingkungan tanah air saja, melainkan jauh lebih meluas ke negara tetangga. Dari sebuah produsenAngklung saja ratusan set diekspor ke Malaysia setiap tahun, sebagai salah satu komoditi nonmigas.
Menginjak dasawarsa delapanpuluhan, menurut pengamatan saya, tampaknya perkembangan Angklung tidak sehebat dasawarsa sebelumnya, seolah-olah terjadi kemandegan.
Mudah-mudahan konstatasi saya itu meleset, tetapi kalau benar, timbul beberapa pertanyaan, apa yang menjadi sebabnya. Tidak mustahil diakibatkan oleh masa produksi, sehingga kurang terjaga, karena mengejar kuantitas. Atau mungkin juga disebabkan karena para Daeng muda terlalu cepat berpuas diri dengan apa yang telah dicapai. Namun bagaimanapun juga yang menjadi sebabnya, satu hal yang perlu saya sampaikan dengan segala kerendahan hati, tetapi dengan penuh kesungguhan, mudah-mudahan kreativitas aktivitas inovatif dan agresif Pak Daeng Sutigna dalam mengembangkan mengembangkan tidak ikut terkubur bersama almarhum.

" Tata Cara Melipat, Membentang, Pengibaran, Dan Penurunan Bendera "

Teknik melipat bendera dan membentang bendera dibagi menjadi 2, yaitu :

1. Teknik lipat 3

2. Teknik lipat Genap



Dibawah ini akan dijelaskan tata cara melipat bendera dengan teknik lipat genap. Teknik lipat genap sering digunakan karena kemungkinan kesalahannya sangat kecil. Maksudnya genap disini adalah jumlah lupatannya dapat 4, 6, 8, 10, asalkan genap dan disesuaikan dengan panjang bendera.


Cara melipat Bendera

1. Patokan memegang bendera warna putih di tangan sebelah kanan dan warna merah di tangan sebelah kiri

2. Pembentang memegang bendera warna merah di tangan sebelah kanan dan warna putih di tangan sebelah kiri

3. Bendera direntangkan, kemudian dilipat menjadi dua bagian, bagian putih menghadap ke atas

4. Kemudian dilipat memanjang menjadi dua bagian lagi, warna putih berada di dalam tertutup warna merah

5. Pembentang melipat bendera menjadi beberapa bagian yang genap dengan arah zig – zag

6. Setelah menjadi beberapa bagian yang genap, lipat menjadi 2 bagian dengan arah horizontal ke dalam.


Cara Membentang Bendera

1. Pembentang, tangan kanan memgang bendera warna merah, tangan kiri memegang bendera warna putih

2. Patokan, tangan kanan memegang bendera warna putih, tangan kiri memegang bendera warna merah

3. Setelah itu pembentang mundur 3 (tiga) langkah, tangan masih dlam keadaan lurus

4. Setelah mundur 3 langkah, pembentang membentangkan bendera sedangkan patokan diam




TATA CARA PENGIBARAN & PENURUNAN BENDERA



Yang terlibat langsung dalam pengibaran terdiri dari tiga orang , yaitu :

· Pengerek ( sebelah kiri pasukan )

· Pembawa Bendera ( ditengah )

· Pembentang Bendera ( sebelah kanan pasukan )



1. Pengerek dan pembentang bendera memegang tali bersama – sama, bukan memegang tiangnya, punggung tangan yang memegang tali menghadap ke depan.

2. Kemudian pengerek bendera mulai membuka tali pada tiang, perhatikan cara membuka talinya.

3. Pengerek melihat keatas untuk menchek apakah talinya sudah benar ataukah terbelit.

4. Setelah posisi tali benar berikan / serahkan salah satu tali pada pembentang bendera.

5. Pengerek melakukan tindakan penyelamatan gaya tindakan penyelamatan ini bebas, yang penting adalah tali tersebut tidak terlepas dari tangan pengerek.

6. Selanjutnya pengerek bendera memasang catok pada bendera, catok yang sebelah atas ke bagian warna merah dan catok yang satu lagi ke bendera warna putih.

7. Kemudian pembentang menyerahkan tali yang dipegangnya ke pengerek.

8. Langkah selanjutnya adalah pembentangan

Pembentang mundur 3 langkah ke belakang, setelah tiga langkah ke belakang baru bendera dibentangkan.

Bersamaan dengan mundurnya pembentang, pengerek menarik tiga kali ( kondisikan )

Selanjutnya pembentang menolehkan kepala ke arah Pemimpin Upacara dan memberikan isyarat dengan lantang dan keras “ Bendera Siap “. Pemimpin Upacara memberi aba – aba penghormatan pada bendera merah putih.

9. Tindakan selanjutnya adalah pengerekan bendera

Pembentang maju kedepan dengan langkah yang tegap dan tangan yang masih membentangkan bendera, langkahnya tidak kaku, tidak santai, tidak asal – asalan, setelah sampai didepan tiang lemparkan ujung bendera berwarna putih ke arah belakang pembentang yang sesuai dengan arah angin.

Bendera dikerek seirama dengan lagu Indonesia Raya, posisi telapak tangan pengerek, pengulur, dan pembentang menggenggam. Keadaan tangan Pengerek dan pembentang pada saat pengerekan terlihat seperti cermin.

Bendera harus sudah sampai dipuncak tiang pada kata “ Hiduplah ……” bait terakhir dari Lagu Indonesia Raya.

Ketika aba – aba “ TEGAK = GERAK “ dari Pemimpin Upacara, maka Pengerek dan Pembentang langsung mendekatkan tangan pada tiang, dan tali dari Pembentang langsung diambil oleh pengerek.

10. Langkah yang terakhir adalah pengikatan tali pada tiang.

Pengikatan tali ini dilakukan oleh Pengerek

Yang harus diperhatikan dalam pengikatan tali ini adalah posisi bendera yang telah berada diatas tidak boleh turun kembali, sehingga bagian tali yang berada di tangan pengerek harus diikatkan terlebih dahulu dengan kuat, kemudian kedua tali diikatkan sampai tali tersebut habis.

Catatan :

Kata yang dicetak tebal dan digaris bawahi 10 tahapan penaikan bendera yang harus tersusun dan tidak boleh terlewat.


10 Tahap Penurunan Bendera :

1. Memegang tali

2. Membuka tali

3. Penggerek melihat keatas

4. Serahkan tali dari pengerek ke pembentang

Pembentang memberikan isyarat dengan lantang dan keras “Bendera Siap”

5. Penurunan Bendera

Pembentang menarik tali dan pengerek mengulur dengan sedikit menahannya agar tidak terlalu cepat turun ke bawah

6. Serahkan tali dari pembentang ke orang yuang ditengah.

Pembentang mengambil ujung bendera, dan mulai mundur sampai bendera terbentang.

7. Membentangkan bdenra sampai aba – aba dari Pemimpin Upacara “ TEGAK =GERAK “. Pembentang dan Pembawa bendera melipat bendera menjadi dua bagian dengan warna putih menghadap ke arah pasukan.

8. Pembawa Bendera melakukkn tindakan penyelamatan pada tali.

9. Pembawa Bendera ( satu orang ditengah ) membuka catok tali dan bendera.

10. Serahkan tali tersebut kepada pengerek untuk diikat

Ketika pengerek mengikat tali pada tiang, pembawa bendera dan pembentang melakukan pelipatan bendera.

Pelipatan bendera ini bebas, asalkan rapih dan cepat.

"PURNA PASKIBRAKA INDONESIA"


PEMBUKAAN
Hakekat pembinaan generasi muda dalam Pembangunan Nasional Bangsa Indonesia adalah usaha untuk menyiapkan kader penerus cita-cita perjuangan bangsa dan manusia pembangunan yang beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berjiwa pancasila sebagai Pandu Ibu Pertiwi.

Purna Paskibraka merupakan salah satu bagian dari generasi muda Indonesia yang selalu terus membina diri agar memiiiki kesadaran berbangsa dan bernegara, idealisme, patriotisme dan harga diri serta mempunyai wawasan yang luas, kokoh kepribadiannya, memiiiki kesegaran jasmani dan daya kreasi serta dapat mengembangkan kemandirian, kepemimpinan, ilmu, keterampilan, semangat kerja keras dan kepeloporan.
Dalam upaya mewujudkan pembinaan tersebut, maka Purna Paskibraka membentuk suatu wadah yang diberi nama Purna Paskibraka Indonesia.
Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa serta didorong oleh kebulatan tekad dan semangat yang ikhlas, keinginan luhur, berkebudayaan dalam kesatuan dan persatuan, persaudaraan dan kekeluargaan antar sesama pemuda yang tergabung dalam satu kesatuan yang kokoh, sentosa, sejahtera dan dinamis,serta harmonis lahir dan bathin / maka setiap pemuda yang pernah dikukuhkan dan bersama-sama mengemban tugas Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai Pasukan Pengibar Bendera Pusaka di Ibukota Negara / Ibukota Provinsi, dan Ibukota Kabupaten / Kotamadya, menuangkan kesadaran dan keinginan luhur itu dalam Anggaran Dasar Organisasi sebagai landasan berpijak dalam melaksanakan darma baktinya kepada tanah tumpah darah Indonesia dengan berazaskan Pancasila dan berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945.
BAB I
NAMA, TEMPAT KEDUDUKAN DAN WAKTU
Pasal 1
1. Organisasi ini bernama Purna Paskibraka Indonesia disingkat PPI
2. Purna Paskibraka Indonesia didirikan di Cipayung Bogor pada tanggal 21 Desember 1989 melalui Musyawarah Nasional I Purna Paskibraka Indone­sia, untuk waktu yang tidak ditentukan.
3. Purna Paskibraka Indonesia berkedudukan di wilayah hukum Negara Republik Indonesia.
BAB II
AZAS, DASAR DAN SIFAT
Pasal 2

azas dasar Purna Paskibraka Indonesia berazaskan Pancasila dan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
Pasal 3
SIFAT

1. Purna Paskibraka Indonesia adalah Organisasi Sosial Kemasyarakatan yang bersifat kekeluargaan.
2. Purna Paskibraka Indonesia bukan merupakan organisasi sosial politik dan tidak menjalankan kegiatan politik.
BAB III
TUJUAN DAN FUNGSI
Pasal 4
TUJUAN

Purna Paskibraka Indonesia mempunyai tujuan :
a. Menghimpun dan membina para anggota agar menjadi warga Negara Indonesia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berjiwa Pancasila, setia dan patuh pada Negara Kesatuan Republik Indo­nesia dan menjadi Pandu Ibu Pertiwi.
b. Mengamalkan dan mengamankan Pancasiia.
c. Membina watak kemandirian dan profesionalisme, memelihara dan meningkatkan rasa persaudaraan, kekeluargaan, persatuan dan kesatuan, mewujudkan kerja sama yang utuh serta jiwa pengabdian kepada bangsa dan negara, memupuk rasa tanggung jawab dan daya cipta yang dinamis serta kesadaran nasional di kalangan para anggota dan keluarganya.
d. Membentuk manusia Indonesia yang memiliki ketahanan mental (tangguh), cukup pengetahuan dan kemahiran teknis untuk dapat melaksanakan pekerjaannnya (tanggap ) serta daya tahan fisik / jasmani (tangkas).
Pasal 5
FUNGSI

Purna Paskibraka Indonesia mempunyai fungsi :
1. Pendorong dan pemrakarsa pembaharuan melalui kegiatan yang konstruktif sehingga dapat menjadi pelopor pembangunan demi kemajuan bangsa dan Negara.
2. Sebagai wadah pembinaan dan pengembangan potensi anggota untuk menjadi insan yang mandiri, berkarya, profesional dan bertanggung jawab.
BAB IV
KODE ETIK DAN ATRIBUT
Pasal 6
KODE ETIK

Kode Etik Purna Paskibraka Indonesia adalah Ikrar Putra Indonesia.
Pasal 7
ATRIBUT

1. Purna Paskibraka Indonesia mempunyai atribut berupa lambang, bendera dan seragam.
2. Jenis atribut, lambang dan seragam PPI, diatur dan ditetapkan lebih lanjut dalam Anggaran Rumah Tangga dan Peraturan Organisasi.
BAB V
KEANGGOTAAN, HAK DAN KEWAJIBAN ANGGOTA
Pasal 8
KEANGGOTAAN

Keanggotaan dalam Purna Paskibraka Indonesia terdiri dari:
a. Anggota Biasa
b. Anggota Kehormatan
Pasal 9
HAK DAN KEWAJIBAN ANGGOTA

1. Anggota Biasa mempunyai hak bicara, hak suara (memilih) dan hak dipilih sebagai pengurus.
2. Anggota Biasa berkewajiban menjunjung tinggi nama baik dan kehormatan organisasi serta mentaati Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga yang ditetapkan oleh Musyawarah Nasional serta Peraturan Organisasi yang ditetapkan oleh Pengurus Pusat.
3. Anggota Kehormatan mempunyai hak bicara, tidak mempunyai hak suara dan tidak mempunyai hak untuk dipilih sebagai pengurus.
4. Anggota kehormatan berkewajiban menjunjung tinggi nama baik dan kehormatan organisasi serta mentaati Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga yang ditetapkan oleh Musyawarah Nasional dan Peraturan Organisasi yang ditetapkan oleh Pengurus Pusat
5. Anggota Kehormatan mempunyai hak menghadiri upacara dan rapat-rapat tertentu, dan hanya memiliki hak bicara.
6. Anggota kehormatan berkewajiban menjunjung tinggi nama baik dan kehormatan organisasi.
BAB VI
ORGANISASI DAN KEPENGURUSAN SERTA MAJELIS PERTIMBANGAN ORGANISASI
Pasal 10
HIRARKI ORGANISASI

Organisasi Purna Paskibraka Indonesia disusun secara vertikal dengan urutan sebagai berikut :
a. Pengurus Pusat Purna Paskibraka Indonesia berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia
b. Pengurus Propinsi Purna Paskibraka Indonesia berkedudukan di Ibukota Propinsi
c. Pengurus Kabupaten/Kota Purna Paskibraka Indonesia berkedudukan di Ibukota Kabupaten/Kota.
Pasal 11

a. Pengurus Pusat Purna Paskibraka Indonesia ditetapkan dan disahkan berdasarkan Surat Keputusan Musyawarah Nasional.
b. Pengurus Propinsi Purna Paskibraka Indonesia ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Musyawarah Daerah Tingkat Propinsi untuk kemudian disahkan dengan Surat Keputusan (SK) Pengurus Pusat PPI.
c. Pengurus Kabupaten/Kota Purna Paskibraka Indonesia Kabupaten/Kota ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Musyarah Daerah Tingkat Kabupaten/Kota, untuk kemudian disahkan dengan SK Pengurus PPI Propinsi.
Pasal 12
MAJELIS PERTIMBANGAN ORGANISASI

Organisasi Purna Paskibaraka Indonesia mempunyai Majelis Pertimbangan Organsiasi.
Pasal 13
a. Majelis Pertimbangan Organisasi Purna Paskibraka Indonesia Pusat, terdiri dari beberapa anggota Purna Paskibraka Indonesia yang dipilih dan ditetapkan oieh Musyawarah Nasional.
b. Majelis Pertimbangan Organisasi Purna Paskibraka Indonesia Propinsi terdiri dari beberapa anggota Purna Paskibraka Indonesia yang dipilih dan ditetapkan oleh Musyawarah Daerah Propinsi.
c. Majelis Pertimbangan Organisasi Purna Paskibraka Indonesia Kabupaten/Kota terdiri dari beberapa anggota Purna Paskibraka Indonesia yang dipilih dan ditetapkan oleh Musyawarah Daerah Kabupaten/Kota.
BAB VII
PEMBINA DAN PENASIHAT
Pasal 14
PEMBINA

1. Pembina Tingkat Pusat adalah Presiden.
2. Pembina Tingkat Propinsi adalah Gubernur.
3. Pembina Tingkat Kabupaten/Kota adalah Bupati/Walikota.
Pasal 15
PENASIHAT

1. Penasihat Tingkat Pusat adalah Pejabat Negara dari Kementrian dan/atau Instansi Pemerintah dan Pejabat Instansi Militer/Polri yang terkait terhadap Pembinaan dan Pendidikan Generasi Muda, serta perseorangan yang mempunyai dedikasi, kontribusi nyata dan kepedulian terhadap Organisasi Purna Paskibaraka Indonesia;
2. Penasihat Tingkat Propinsi adalah Pejabat Daerah dari Dinas dan/atau Instansi Pemerintah dan Pejabat Instansi Militer/Polri Daerah, yang terkait terhadap Pembinaan dan Pendidikan Generasi Muda, serta perseorangan yang mempunyai dedikasi, kontribusi nyata dan kepedulian terhadap Organisasi Purna Paskibraka Indonesia;
3. Penasihat Tingkat Kabupaten/Kota adalah Pejabat Kabupaten/Kota dari Suku Dinas dan/atau Instansi Pemerintah dan Pejabat Instansi Militer/Polri Tingkat Kabupaten/Kota, yang terkait terhadap Pembinaan dan Pendidikan Generasi Muda, erta perseorangan yang mempunyai dedikasi, kontribusi nyata dan kepedulian terhadap Organisasi Purna Paskibaraka Indonesia.
BAB VIII
MUSYAWARAH, RAPAT-RAPAT DAN QUORUM
Pasal 16
MUSYAWARAH

Musyawarah dalam Organisasi Purna Paskibraka Indonesia terdiri dari:
a. Musyawarah Nasional
b. Musyawarah Nasional Luar Biasa
c. Musyawarah Propinsi
d. Musyawarah Propinsi Luar Biasa
e. Musyawarah Kabupaten/Kota
f. Musyawarah Kabupaten/Kota Luar Biasa
Pasal 17

1. MUNAS dan MUNAS Luar Biasa dinyatakan sah apabila dihadiri oleh mini­mal ¾ dari Pengurus Daerah Purna Paskibraka Indonesia Propinsi.
2. Musda Propinsi dan Musda Propinsi Luar Biasa dinyatakan syah apabila dihadiri oleh minimal ¾ dari Pengurus Daerah Kabupaten/Kota.
3. Musda Kabupaten/Kota dan Musda Kabupaten/Kota Luar Biasa dinyatakan sah apabila dihadiri oleh ¾ dari jumlah anggota Pengurus Kabupaten/Kota.
Pasal 18
RAPAT-RAPAT

Rapat-Rapat terdiri atas :
1.Rapat Kerja Nasional (RAKERNAS);
2.Rapat Kerja Daerah (RAKERDA);
3.Rapat Koordinasi Nasional (RAKORNAS);
4.Rapat Koordinasi Daerah (RAKORDA);
5.Rapat-Rapat Pleno sesuai tingkatannya;
6.Rapat-Rapat Pengurus Harian sesuai tingkatannya.
BAB IX
TATA URUTAN KETENTUAN PERATURAN ORGANISASI
Pasal 19

Tata urutan ketentuan peraturan organisasi terdiri atas :
1.Anggaran Dasar;
2.Anggaran Rumah Tangga;
3.Peratuan Organisasi;
4.Keputusan musyawarah-musyawarah;
5.Keputusan rapat-rapat.
BAB X
KEUANGAN DAN KEKAYAAN
Pasal 20
KEUANGAN

Keuangan Purna Paskibraka Indonesia diperoleh dari :
1.luran Anggota;
2.Hasil-Hasil Usaha yang halal dan sah;
3.Sumber-sumber lain yang sah dan tidak mengikat serta tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga serta Peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 21
KEKAYAAN

Kekayaan Purna Paskibraka Indonesia diperoleh dari hasil usaha organisasi dan sumbangan lain yang sah dan tidak mengikat serta tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
BAB XI
ANGGARAN RUMAH TANGGA
Pasal 22

Segala sesuatu hal yang belum tertuang dalam Anggaran Dasar ini akan diatur dan dijabarkan lebih lanjut dalam Anggaran Rumah Tangga dengan tidak bertentangan dari Anggaran Dasar.
BAB XII
PERUBAHAN ANGGARAN DASAR DAN PEMBUBARAN ORGANISASI
Pasal 23
PERUBAHAN ANGGARAN DASAR

Perubahan atas Anggaran Dasar ini hanya dapat dilakukan melalui Musyawarah Nasional.
Pasal 24
PEMBUBARAN ORGANISASI

1.Pembubaran Organisasi Purna Paskibraka Indonesia hanya dapat dilakukan oleh Musyawarah Nasional Luar Biasa yang khusus diadakan untuk itu;
2.Dalam hal Organisasi Purna Paskibraka Indonesia dibubarkan, maka penyelesaian kekayaan organisasi ditetapkan bersamaan dengan Musyawarah Nasional Luar Biasa yang dimaksud Ayat (1) Pasal ini.
BAB XIII
PENUTUP
Pasal 25

Perubahan dan Penyempurnaan Anggaran Dasar ini dilakukan dan ditetapkan oleh Musyawarah Nasional V Purna Paskibraka Indonesia yang diselenggarakan tanggal 25 s/d 28 Oktober 2007, bertempat di Hotel Singgasana Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan.

"Perbedaan tata upacara militer dengan upacara sekolah"

SUSUNAN ACARA UPACARA

Acara Pokok Upacara Militer
- Penghormatan Pasukan
- Laporan Danup
- Pemeriksaan Pasukan (untuk upacara tertentu)
- Lambang kesatuan memasuki lapangan upacara (untuk upacara tertentu)
- Penghormatan kepada lambang kesatuan (untuk upacara tertentu)
- Pengibaran Sang Merah Putih (khusus upacara bendera)
- Mengheningkan Cipta (untuk upacara tertentu)
- Pembacaan Teks Pancasila oleh Irup (untuk upacara bendera bulanan)
- Pembacaan Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (khusus upacara bendera)
- Pengucapan Sapta Marga (untuk upacara tertentu)
- Pembacaan Panca Prasetya Korpri (khusus upacara bendera)
- Penganugerahan Tanda Kehormatan RI (khusus upacara peringatan hari ulang tahun kesatuan/korps/kesenjataan)
- Pelaksanaan maksud dan ujuan upacara
- Amanat (untuk upacara tertentu)
- Andhika Bhayangkari
- Penghormatan kepada lambang kesatuan (untuk upacara tertentu)
- Lambang kesatuan meninggalkan lapangan upacara (untuk upacara tertentu)
- Laporan Danup- Penghormatan Pasukan
Acara Pokok Upacara Sekolah
- Pembina Upacara memasuki lapangan upacara
- Penghormatan Umum
- Laporan Pemimpin Upacara
- Pengibaran Bendera Sang Merah Putih
- Mengheningkan Cipta
- Pembacaan Teks Pembukaan UUD 1945
- Pembacaan Teks Pancasila
- Amanat Pembina Upacara
- Pembacaan Doa
- Laporan Pemimpin Upacara
- Penghormatan Umum
- Pembina Upacara meninggalkan lapangan upacara
- Upacara selesai, barisan dibubarkan
- Penghormatan kepada Pemimpin Upacara

Dari susunan setidaknya memang ada 2 HAL yang BERBEDA secara mendasar, yaitu :
- Untuk upacara militer, urutan Pembacaan adalah PANCASILA dilanjutkan PEMBUKAAN UUD 1945. Sedangkan untuk upacara sekolah adalah pembacaan PEMBUKAAN UUD 1945 dan dilanjutkan dengan PANCASILA.
- Setelah Amanat Upacara pada upacara militer dilanjutkan dengan Andhika Bhayangkari sedangkan pada upacara sekolah dilanjutkan dengan Pembacaan Do’a.

CARA PENGIBARAN BENDERA
- Pada upacara militer petugas yang merentang bendera adalah petugas yang berada di tengah.
- Pada upacara sekolah petugas yang merentang bendera adalah petugas yang berada di sebelah kanan.

ISTILAH PEJABAT dan PETUGAS
Upacara Militer dan Upacara Sekolah
- Inspektur Upacara – Pembina Upacara
- Perwira Upacara – Pengatur Upacara
- Komandan Upacara – Pemimpin Upacara
- Pembawa Acara/Protokol – Pemandu Upacara

LAPORAN PENGATUR UPACARA
Upacara MiliterPerwira Upacara melapor kepada Inspektur Upacara Bahwa upacara siap dimulai tanpa kata-kata : “…Laporan Selesai”. Pada saat melapor bahwa upacara selesai juga tanpa kata-kata : “Lapor…”
Upacara SekolahPengatur Upacara melapor kepada Pembina Upacara bahwa upacara siap dimulai dan bahwa upacara selesai diawali dan diakhiri dengan kata-kata “LAPOR…..LAPORAN SELESAI”

Sumber :
- Peraturan Tata Upacara Militer Tentara Nasional Indonesia (TUM TNI) Nomor : Sekp/292/IX/2004 Tanggal 6 September 2004.
- Petunjuk Pelaksanaan Upacara Bendera di Sekolah Tahun 1997 (Depdiknas)
- Pedoman Penyelenggaraan Paskibraka 2002 (Depdiknas)

" Mengenal Lambang Negara Garuda Pancasila "



Kita sebagai bangsa Indonesia tentu sering melihat dan sangat mengenal gambar di atas ini. Namun apakah kita benar-benar mengenal gambar tersebut? Jika ditanya itu gambar apa, tentu kita bisa menjawabnya. Namun apakah kita bisa menjawab dengan benar apa nama gambar itu? Siapa perancang gambar itu? Bisakah anda menjelaskan secara detail lambang-lambang yang terkandung di dalamnya? Marilah kita mulai satu per satu.

Sekilas

Gambar di atas itu merupakan lambang negara Indonesia. Lambang negara berupa seekor Burung Garuda berwarna emas yang berkalungkan perisai yang di dalamnya bergambar simbol-simbol Pancasila, dan mencengkeram seutas pita putih yang bertuliskan "BHINNEKA TUNGGAL IKA". Sesuai dengan desainnya, lambang tersebut bernama resmi Garuda Pancasila. Garuda merupakan nama burung itu sendiri, sedangkan Pancasila merupakan dasar negara Indonesia yang disimbolkan dalam gambar-gambar di dalam perisai yang dikalungkan itu. Nama resmi Garuda Pancasila yang tercantum dalam Pasal 36A, UUD 1945.

Sejarah
Sultan Hamid II

Perancangan lambang negara dimulai pada Desember 1949, beberapa hari setelah pengakuan kedaulatan Republik Indonesia Serikat oleh Belanda. Kemudian pada tanggal 10 Januari 1950 dengan dibentuklah Panitia Lencana Negara yang bertugas menyeleksi usulan lambang negara. Dari berbagai usul lambang negara yang diajukan ke panitia tersebut, rancangan karya Sultan Hamid II lah yang diterima. Sultan Hamid II (1913–1978) yang bernama lengkap Syarif Abdul Hamid Alkadrie merupakan sultan dari Kesultanan Pontianak, yang pernah menjabat sebagi Gubernur Daerah Istimewa Kalimantan Barat dan juga Menteri Negara Zonder Portofolio pada era Republik Indonesia Serikat. Setelah disetujui, rancangan itupun disempurnakan sedikit demi sedikit atas usul Presiden Soekarno dan masukan berbagai organisasi lainnya, dan akhirnya pada bulan Maret 1950, jadilah lambang negara seperti yang kita kenal sekarang. Rancangan final lambang negara itupun akhirnya diperkenalkan ke masyarakat dan mulai digunakan pada tanggal 17 Agustus 1950 dan disahkan penggunaannya pada 17 Oktober 1951 oleh Presiden Soekarno dan Perdana Menteri Sukiman Wirjosandjojo melalui PP 66/1951, dan kemudian tata cara penggunaannya diatur melalui PP 43/1958.

Meskipun telah disahkan penggunaannya sejak tahun 1951, tidak ada nama resmi untuk lambang negara itu, sehingga muncul berbagai sebutan untuk lambang negara itu, seperti Garuda Pancasila, Burung Garuda, Lambang Garuda, Lambang Negara, atau hanya sekedar Garuda. Nama Garuda Pancasila baru disahkan secara resmi sebagai nama resmi lambang negara pada tanggal 18 Agustus 2000 oleh MPR melalui amandemen kedua UUD 1945.

Makna dan Arti Lambang

Garuda Pancasila terdiri atas tiga komponen utama, yakni Burung Garuda, perisai, dan pita putih.

Burung Garuda

Burung Garuda merupakan burung mistis yang berasal dari Mitologi Hindu yang berkembang di wilayah Indonesia sejak abad ke-6. Burung Garuda itu melambangkan kekuatan, sementara warna emas pada burung garuda itu melambangkan kemegahan dan kejayaan.

Pada burung garuda itu, jumlah bulu pada setiap sayap berjumlah 17, kemudian bulu ekor berjumlah 8, bulu pada pangkal ekor atau di bawah perisai 19, dan bulu leher berjumlah 45. Jumlah-jumlah bulu tersebut jika digabungkan menjadi 17-8-1945, merupakan tanggal di mana kemerdekaan Indonesia diproklamasikan.
Perisai
Perisai yang dikalungkan melambangkan pertahanan Indonesia. Pada perisai itu mengandung lima buah simbol yang masing-masing simbol melambangkan sila-sila dari dasar negara Pancasila.

Pada bagian tengah terdapat simbol bintang bersudut lima yang melambangkan sila pertama Pancasila, Ketuhanan yang Maha Esa. Lambang bintang dimaksudkan sebagai sebuah cahaya, seperti layaknya Tuhan yang menjadi cahaya kerohanian bagi setiap manusia. Sedangkan latar berwarna hitam melambangkan warna alam atau warna asli, yang menunjukkan bahwa Tuhan bukanlah sekedar rekaan manusia, tetapi sumber dari segalanya dan telah ada sebelum segala sesuatu di dunia ini ada.

Di bagian kanan bawah terdapat rantai yang melambangkan sila kedua Pancasila, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Rantai tersebut terdiri atas mata rantai berbentuk segi empat dan lingkaran yang saling berkait membentuk lingkaran. Mata rantai segi empat melambangkan laki-laki, sedangkan yang lingkaran melambangkan perempuan. Mata rantai yang saling berkait pun melambangkan bahwa setiap manusia, laki-laki dan perempuan, membutuhkan satu sama lain dan perlu bersatu sehingga menjadi kuat seperti sebuah rantai.

Di bagian kanan atas terdapat gambar pohon beringin yang melambangkan sila ketiga, Persatuan Indonesia. Pohon beringin digunakan karena pohon beringin merupakan pohon yang besar di mana banyak orang bisa berteduh di bawahnya, seperti halnya semua rakyat Indonesia bisa "berteduh" di bawah naungan negara Indonesia. Selain itu, pohon beringin memiliki sulur dan akar yang menjalar ke mana-mana, namun tetap berasal dari satu pohon yang sama, seperti halnya keragaman suku bangsa yang menyatu di bawah nama Indonesia.

Kemudian, di sebelah kiri atas terdapat gambar kepala banteng yang melambangkan sila keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratn/Perwakilan. Lambang banteng digunakan karena banteng merupakan hewan sosial yang suka berkumpul, seperti halnya musyawarah di mana orang-orang harus berkumpul untuk mendiskusikan sesuatu.

Dan di sebelah kiri bawah terdapat padi dan kapas yang melambangkan sila kelima, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Padi dan kapas digunakan karena merupakan kebutuhan dasar setiap manusia, yakni pangan dan sandang sebagai syarat utama untuk mencapai kemakmuran yang merupakan tujuan utama bagi sila kelima ini.

Pada perisai itu terdapat garis hitam tebal yang melintang di tengah-tengah perisai. Garis itu melambangkan garis khatulistiwa yang melintang melewati wilayah Indonesia.

Warna merah dan putih yang menjadi latar pada perisai itu merupakan warna nasional Indonesia, yang juga merupakan warna pada bendera negara Indonesia. Warna merah melambangkan keberanian, sedangkan putih melambangkan kesucian.
Pita dan Semboyan Negara

Pada bagian bawah Garuda Pancasila, terdapat pita putih yang dicengkeram, yang bertuliskan "BHINNEKA TUNGGAL IKA" yang ditulis dengan huruf latin, yang merupakan semboyan negara Indonesia. Perkataan bhinneka tunggal ika merupakan kata dalam Bahasa Jawa Kuno yang berarti "berbeda-beda tetapi tetap satu jua". Perkataan itu diambil dari Kakawin Sutasoma karangan Mpu Tantular, seorang pujangga dari Kerajaan Majapahit pada abad ke-14. Perkataan itu menggambarkan persatuan dan kesatuan Nusa dan Bangsa Indonesia yang terdiri atas berbagai pulau, ras, suku, bangsa, adat, kebudayaan, bahasa, serta agama.

Tata Cara Penggunaan

Tata cara penggunaan Lambang Negara Garuda Pancasila diatur dalam PP 43/1958 yang disahkan oleh Presiden Soekarno dan Perdana Menteri Djuanda pada tanggal 26 Juni 1958. Berikut ini adalah tata cara penggunaan Lambang Negara menurut PP tersebut.

Lambang Negara dapat digunakan pada:
• Gedung-gedung negeri di sebelah dan/atau dalam.
• Kapal-kapal pemerintah yang digunakan untuk keperluan dinas.
• Paspor.
• Tiap-tiap nomor Lembaran Negara dan Berita Negara Republik indonesia serta tambahan-tambahannya pada halaman pertama di bagian tengah atas.
• Surat jabatan presiden, wakil presiden, menteri, ketua MPR/DPR, ketua MA, Jaksa Agung, ketua BPK, gubernur kepala daerah, dan notaris.
• Mata uang logam atau kertas.
• Kertas bermeterai dan meterainya.
• Surat ijazah negara.
• Barang-barang negara di rumah jabatan presiden, wakil presiden, dan menteri luar negeri.
• Pakaian resmi yang dianggap perlu oleh pemerintah.
• Buku-buku dan majalah-majalah yang diterbitkan oleh pemerintah pusat.
• Buku kumpulan undang-undang yang diterbitkan oleh pemerintah dan, dengan izin pemerintah, buku kumpulan undang-undang yang diterbitkan oleh partikelir.
• Surat-surat kapal dan barang-barang lain dengan izin menteri yang bersangkutan.
• Tempat diadakannya acara-acara resmi yang diselenggarakan oleh pemerintah.
• Gapura.
• Bagunan-bangunan lain yang pantas.
• Panji-panji dan bendera-bendera jabatan sesuai dengan aturan pada PP 20/1955 dan PP 42/1958.

Pengunaan Lambang Negara di luar gedung hanya dibolehkan pada:
• Rumah jabatan presiden, wakil presiden, menteri, dan gubernur kepala daerah.
• Gedung-gedung kepresidenan, kementerian, MPR/DPR, Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, dan Badan Pengawas Keuangan.

Penggunaan di dalam gedung diharuskan pada tiap-tiap:
• Kantor Kepala Daerah
• Ruang sidang MPR/DPR
• Ruang sidang pengadilan.
• Markas Angkatan Bersenjata.
• Kantor Kepolisian Negara.
• Kantor Imigrasi.
• Kantor Bea dan Cukai.

Lambang Negara yang dipasang di gedung harus mempunyai ukuran yang pantas dan sesuai dengan besar kecilnya gedung, ruangan, atau kapal di mana Lambang Negara dipasang, dan harus dipasang pada tempat yang pantas dan menarik perhatian.

Jika Lambang Negara yang digunakan hanya mengandung satu warna, maka warna itu harus layak dan pantas. Dan jika mengandung lebih dari satu warna, maka warna-warna itu harus sesuai dengan yang dimaksud dalam PP 66/1951.

Apabila Lambang Negara ditempatkan bersama-sama dengan gambar Presiden dan Wakil Presiden, maka Lambang Negara itu harus diberi tempat yang paling sedikit sama utamanya.

Cap dengan Lambang Negara di dalamnya hanya dibolehkan untuk cap jabatan presiden, wakil presiden, menteri, ketua MPR/DPR, ketua MA, jaksa agung, ketua BPK, kepala daerah, dan notaris.

Lambang Negara dapat digunakan sebagai lencana oleh Warna Negara Indonesia di luar negeri. Jika digunakan sebagai lencana, lambang itu harus dipasang di dada, sebelah kiri-atas.

Lambang Negara dilarang digunakan jika bertentangan dengan aturan-aturan yang telah ditetapkan.

Pada Lambang Negara, dilarang menaruh huruf, kalimat, angka, gambar, atau tanda-tanda lain selain yang telah diatur dalam PP 66/1951.

Lambang Negara dilarang digunakan sebagai perhiasan, cap atau logo dagang, reklame perdagangan, atau propaganda politik dengan cara apapun juga.

Lambang untuk perseorangan, perkumpulan, organisasi, partikelir, atau perusahaan tidak boleh sama atau pada pokoknya menyerupai Lambang Negara.

Penggunaan Lambang Negara di negara asing dilakukan menurut peraturan atau kebiasaan tentang penggunaan lambang kebangsaan asing yang berlaku di negara itu.